Respon Sesasren

 Menggali, Dan Menemukan Kembali, Identitas-Identitas Kebudayaan Yang Dianggap Ketertinggalan.


Oleh : Yoga EP || Yogyakarta 2025


Proses panjang. berefleksi setiap langkah Menggali dan menemukan kembali identitas-identitas diri kebudayaan/culture masyarakat adat secara kolektif. Adalah upaya teman-teman Sanggar Panengen. Pada pentas tahunan ke #3 kali ini.


Pada kesempatan pentas rutinan ke #3 kali ini teman teman sanggar panengen membawakan tema yang cukup menarik. Yaitu “Hangidung tunggil mantra” yang berisikan kidung-kidung lawas atau lirik kuno mantra jaman dahulu yang dikemas lalu dijadikannya puisi, music dan tari.



Narasi baru. Begitu pula harapan. dan doa-doa baru yang ingin teman-teman sanggar sampaikan melalui pentas rutin tahunan nya.


Tentang diri dan kebudayaannya, khususnya bagi petani di jawa, memang hampir bisa dikatakan hilang ditelan zaman. 

Banyak yang beranggapan ini kuno dan ketertinggalan. Sebab adanya anggapan ketertinggalan bisa jadi juga karena adanya kemunduran.

Memaksa memoderenitas kebudaayan bukanlah bagian dari suatu proses yang lebih maju, melainkan bisa jadi fatal dan salah kaprah.

Akibatnya susah untuk mengenal diri dan lingkup sekitar.


Hal-hal kecil seperti budaya methil atau bisa dikatakan wujud rasa syukur terhadap alam semesta. semakin lama sudah tidak ada yang peduli lagi. Mereka cuek, menganggap tanah sebagai makluk mati. Air dan cahaya hanya perantara saja. Lebih suka mengutamakan pupuk kimia dan pestisida.



Memang, tanah perlu gizi dan nutrisi. Tetapi tanah juga punya mekanisme sendiri untuk mereduksi tubuhnya. Tanah juga bisa marah dan benci. akibatnya bisa fatal.


Teman-teman sanggar panengen percaya. hanya kekuatan Narasi yang bisa menjadikan suatu proses kebudayaan semakin unik dan otentik.

Hanya kekuatan budaya dan literasi yang menjadikan masyarakat adat semakin mengenal diri melalui skala kecil dan lingkup sekitar.


Tidak hanya pentas teaterikal. Harapannya masyarakat maupun petani sekitar juga ikut menuai dampak positifnya. Harapannya masyarakat dan petani sekitar lebih bisa mengenal diri melalui pentas kolektif rutinan setiap awal tahun. 


Saya sendiri kagum dengan teman-teman sanggar panengen. Berupayanya, berkolektif. Dan Konsisten berkarya. Dalam beberapa dekade belakangan ini.


Dengan segenggam harapan dan kembali pada konteks kebudayaan. Lokalitas dan keadatan. Petani sebagai ujung tombak sumber daya manusia, melampaui zaman kemunduran sehingga sadar serta semakin mengenal diri.



terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca🤍

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama